Si Pemaki Tuhan

Kami berkuda maju sedemikian rupa sehingga kami tetap sejajar dengan Winnetou. Dengan sekali-sekali menengok ke belakang, dapatlah kami melihat beberapa saat kemudian bahwa para penunggang kuda tersebut sudah sampai di tempat dimana kami tadi berhenti dan dari situ juga dapat melihat rakit-rakit mereka serta rakit Winnetou. Kami tidak dapat mendengar mereka, tetapi melihat mereka mengacung-acungkan tangan menandakan bahwa mereka bersorak-sorak gembira. Mereka kemudian melarikan kudanya, kami melakukan hal yang sama. Di sini sungai melalui aliran yang sempit, sehingga kecepatan air bertambah deras, yang membuat Winnetou dapat mengikuti kami.
Bukit-bukit batu muncul makin tinggi dan letaknya demikian berdekatan, sehingga tepi-tepi sungai tersebut hanya berjarak lima meter, bahkan di sana-sini masih lebih sempit lagi. Inilah jalan masuk ke caƱon. Karena ketajaman penglihatan, saya yakin bahwa bagian orang Navajo yang pertama telah menduduki pos mereka. Segera kami berkuda amat cepat, kemudian lewat di antara dinding bukit batu yang bagaikan setinggi langit di tepi air, melalui belahan dan gumpalan batu dalam setengah kegelapan, hingga tiba-tiba menjadi terang kembali karena dinding alam tersebut telah dilampaui. Sampailah kami di bukit-bukit batu yang berlapis-lapis dan di belakangnya tampak orang Navajo.
Kami turun untuk menuntun kuda kami di bagian yang berbahaya ini. Sang Kepala Suku sendiri menyambut kami dan si Fletcher tua saya serahkan padanya, dengan permintaan untuk menjaga dia sebaik-baiknya.
Segera setelah itu, Winnetou menabrakkan rakitnya pada dinding bukit yang curam dan datang bersama rombongannya. Semuanya berlangsung lebih cepat lagi daripada yang dapat saya kisahkan, dan sekarang nampak juga oleh kami munculnya rakit serta pengendara kuda Pa-Ute di daerah yang sempit itu. Rupanya memang demikian bentuk canon ini. Mereka masuk perangkap. Saya membidik mereka dengan senapan pembunuh beruang dan menembak jatuh dua ekor kuda. Tembakan-tembakan tersebut menggelegar di antara dinding bukit batu bagaikan tembakan meriam.
Orang Navajo muncul dari persembunyiannya dan mengacungkan senapan-senapan mereka. Ketika penunggang2 kuda Pa-Ute melihat ini, mereka membelokkan kuda mereka serta memberi tanda kepada kawan-kawan mereka yang berada di rakit untuk mendarat, yang tidak dapat mereka lakukan dengan mudah. Meletuskan kemudian tembakan-tembakan dari kedua belah pihak yang tidak merugikan kami. Musuh kami dapat mengetahui bahwa mereka tidak dapat menyerang maju dan mereka berbalik kembali.
Ketika mereka telah menghilang, rakit-rakit mereka yang kosong terapung-apung melewati kami. Kami tidak perlu menunggu lama, karena orang Pa-Ute kembali lagi. Pada waktu mereka mundur, mereka telah berhadapan dengan bagian kami yang lain, dan terpaksa harus menyadari bahwa mereka berada dalam kekuasaan kami. Kami menduduki daerah di mana kami dapat menyebar, sehingga setiap orang dari kami dapat menembak. Sedang mereka telah masuk ke dalam jalan yang begitu sempit, sehingga hanya yang paling muka sajalah yang dapat mempergunakan senapan mereka jika tidak mau saling melukai sesamanya. Apakah mereka akan membiarkan diri mereka terjepit dalam daerah yang sempit lagi berbahaya ini? Tentu ini suatu perbuatan yang gila. Jadi kamipun yakin, bahwa kami tidak perlu menantikan keputusan mereka lebih lama lagi.
Nyatanya memang demikian, sebab beberapa saat kemudian datanglah salah seorang dari mereka menuju kami dengan mengacungkan selembar kain putih dalam tangannya, sebagai tanda mau berunding. Kami membiarkan dia datang dengan tenang dan dia berkata kepada kami, bahwa kepala sukunya ingin berbicara dengan pemimpin kami. Apa yang kami harapkan terjadilah. Kepala Suku Pa-Ute mempercayai kata-kata kami dan datang mendapatkan kami. Perundingan itu berjalan dengan perlahan-lahan menurut tatacara Indian; sehingga sampai menjelang malam dan perlu dinyalakan api unggun. Kepala Suku Navajo menginginkan damai dan lima puluh bedil, orang Pa-Ute mau berdamai tetapi tidak mau memberikan bedil, karena sudah ada dua orang pejuang dari mereka yang terbunuh.
Sekarang Winnetou turut campur dalam perkara tersebut dan menurut usulnya Pats Avat akan memberikan senapan-senapannya sedang dia akan menerima orang yang membunuh puteranya. Perjanjian ini dikuatkan dengan menghisap pipa perdamaian. Dan si Pa-Ute pun kembalilah ke pasukannya untuk menceritakan hasilnya pada mereka. Selanjutnya seorang pembawa berita dikirim ke bagian yang lain dan tidak lama antaranya semua orang Navajo berkumpul di tepi sungai. Di sana perkemahan didirikan dan orang Pa-Ute juga berkemah disekitar situ.
Sukar sekali bagi Pats Avat dari siapa-siapa dia harus mengambil bedilnya dan hampir tengah malam barulah dia dapat menyerahkannya. Kemudian datanglah mereka untuk mengambil si pembunuh. Dengan sendirinya mereka juga harus menyerahkan kembali segala-galanya yang mereka rampas dari kedelapan orang yang mereka tangkap. Bersama mereka datanglah juga orang Pa-Ute, yang dahulu berkuda di depan dengan kedua orang yang terbunuh dan telah melihat si pembunuh yang melarikan diri. Tentu saja sebelum Old Cursing Dry diserahkan, harus dijelaskan apa alasan-alasannya. Karena itu dibentuklah sebuah juri, terdiri dari kedua kepala suku, Winnetou, Dick Hammerdull dan saya.
Fletcher selama ini disingkirkan, hingga anaknya sampai sekarang ini belum pernah melihat dia. Sekarang setelah dia dibawa ke api perkemahan dengan terikat, anaknyapun melihat si ayah dan dengan menggagap-gagap kemarahan menuntut kami untuk segera melepaskan ayahnya. Terjadilah suatu pergumulan yang lebih baik tidak saya ceritakan, dengan kesudahan si Fletcher junior diikat juga.
Setelah itu, disekeliling kami terbentuklah suatu lingkaran dari orang yang hendak mendengarkan sidang. Sebelum pemeriksaan dimulai, menurut hukum prairi, ikatan-ikatan hendaknya dilepaskan karena dia tidak mungkin melarikan diri. Saksi segera mengenalnya, bahwa dialah yang melarikan diri, dan pada waktu ditunjukkan kuda Fletcher, dia menerangkan dengan pasti bahwa inilah binatang yang dengan mana si pembunuh melarikan diri. Bukti-bukti tersebut sudah cukup.
Ketika Fletcher diberi kesempatan untuk membela dirinya, yang dapat diucapkannya tidak lain adalah makian-makian serta sumpah-serapah yang berakhir dengan menyatakan bahwa dia akan menjadi buta dan remuk redam jika dialah pembunuhnya. Kami terpaksa membiarkan dia berbicara, tetapi perkataannya sungguh-sungguh tidak patut didengarkan. Apalagi wajahnya! Lebih mirip binatang yang marah daripada wajah orang!
Pats Avat, ayah dari putera yang terbunuh, duduk berhadapan dengan saya. Senapannya terletak di sampingnya. Sebilah pisau, sebuah tomahawk dan sepucuk pistol tua berlaras dua terselip dalam sabuknya, yang mana juga bergantung kantung mesiu dari kulit. Mungkin hanya untuk berbuat sesuatu atau untuk menyembunyikan kedongkolannya, dia mengeluarkan pistolnya dan mengisinya, saya tidak memperhatikan karena perhatian saya tertuju pada Old Cursing Dry.
Winnetou mengulangi lagi tuduhan-tuduhannya, tidak ada sesuatu yang dapat dibela, jadi kamipun harus menjatuhkan keputusan. Ketika semuanya menyatakan "bersalah" si Apache berdiri dan berseru, "Menurut hukum prairi telah terbukti bahwa Old Cursing Dry yang membunuh prajurit Pa-Ute. Dan karena kami telah berjanji untuk menyerahkan pembunuh ini kepada orang Pa-Ute, maka mulai saat ini dia berada dalam tangan Kepala Suku Pa-Ute, yang boleh memperlakukan dia sekehendaknya. Howgh!"
Pats Avat juga bangkit. Dengan pistolnya dalam tangan kiri, dengan tangan kanannya dia menunjuk pada si pembunuh seraya berseru, "Jadi binatang buas ini mulai sekarang adalah milik saya. Segera dia akan diikat pada tiang dan disiksa sedemikian rupa sehingga dia akan berteriak-teriak kesakitan tiga hari tiga malam lamanya, dengan tidak dapat mati, sebab dia bukan hanya melakukan kedua pembunuhan itu, tetapi selain itu telah membunuh juga banyak orang kulit merah. Howgh!"
Beberapa saat lamanya Fletcher berdiri tegak dengan kaku.
"Saya harus mati? Pada tiang penyiksaan? Meskipun telah saya katakan bahwa saya bukanlah pembunuhnya? Anjing merah yang ……… Jika saya tidak dapat diselamatkan, maka kamu akan terjun juga ke dalam neraka. Lihat!"
Dia merenggut pistol dari tangan kepala suku, membidik kepadanya dan menembak. Pada saat berikutnya dia menekan senjata tersebut pada pelipisnya sendiri dan menembak sekali lagi. Kedua tembakan tersebut berbunyi berurutan. Kami hampir tidak dapat melihat bahwa kepala suku mengelak ke samping pada tembakan yang pertama dan pada tembakan yang kedua meraih pistolnya.
Kami semuanya bangkit dan mengira bahwa kedua orang itu jatuh mati, tetapi si kepala suku bangkit dengan tidak terluka sedikitpun serta berkata dengan menghina, "Dia tidak mengenai saya, sebab saya menepis tangannya ke samping dan dalam pistol itu belum ada pelurunya, baru mesiu. Cobalah lihat anjing bermuka pucat itu! Apa yang terjadi dengan dia?"
Ya, apa yang terjadi dengan Fletcher? Dia telah menjatuhkan pistol itu dan menekan kedua tangannya kuat-kuat pada matanya, kemudian dia melepaskan tangannya, mengangkat kepalanya seakan-akan dia hendak memandang ke angkasa, menjerit sangat memilukan dan menjatuhkan dirinya ke tanah, seraya menggeram dan menggaruk-garuk tanah.
"Uf, uf, uf!" cetus Winnetou, "Dia minta jadi buta jika dia bersalah, dan sekarang dia menembak sendiri matanya dengan mesiu. Menurut hukum prairi dia telah diadili, tetapi Manitou yang Agung telah menghukumnya lebih keras lagi. Winnetou, pemimpin orang Apache telah melihat dan mengalami banyak peristiwa yang tidak dilihat orang lain, tetapi dia menggigil melihat ini. Howgh!
Dia menggigil seperti kedinginan dan berbalik untuk pergi. Seperti yang dikatakan, Fletcher bermaksud menembak pelipisnya, tetapi karena Pats Avat pada saat tersebut menepis pistol itu, tembakan meletus mengarah kedua buah matanya. Saya merasakan seperti Winnetou, menggigil dan pergi menjauh sampai saya tidak dapat mendengar rintihan-rintihannya lagi. Setelah beberapa lama saya kembali pula, dia telah dibawa orang Pa-Ute, sedang kepala suku mereka tidak memikirkan lagi untuk mengikatnya pada tiang penyiksaan malam ini juga.
Kendatipun kami semuanya ingin tidur, saya tidak dapat tertidur juga, berbolak-balik dari sisi yang satu ke sisi yang lain dan terus menerus terdengar dalam telinga saya kata-kata Winnetou, "Tetapi Manitou yang Agung telah menghukumnya lebih keras lagi".
Dan ketika pada akhirnya saya tertidur juga, dalam mimpi seakan-akan saya mendengar tembakan berkali-kali. Tetapi apakah ini sungguh suatu impian? Ataukah saya terjaga? Betul-betul telah terjadi tembakan-tembakan dan saya mendengar orang berlarian kesana-kemari. Ketika saya bangun, saya lihat perkemahan dalam keadaan hiruk pikuk dan atas pertanyaan saya mereka menceritakan bahwa Old Cursing Dry telah melarikan diri.
Mungkinkah itu? Dia, yang buta, melarikan diri? Hampir-hampir saya tidak dapat mempercayainya! Ataukah dia sebenarnya tidak buta sama sekali? Dick Hammerdull berlari-lari mendapatkan saya, dari kejauhan dia telah berteriak, "Sudahkah Anda ketahui bahwa si Fletcher tua telah hilang, Sir?"
"Saya telah mendengarnya, tetapi saya hampir tidak dapat mempercayainya!"
"Apakah Anda percaya atau tidak, itu sama saja, tetapi begitulah yang sebenarnya Mr. Shatterhand."
"Apakah dia tidak diikat?"
"Tentu saja dia diikat."
"Jadi apakah orang Pa-Ute tidak menjaganya cukup kuat?"
"Saya kira cukup kuat. Tetapi karena dia buta dan lagi juga terikat, mereka pikir tentu dia tidak akan dapat lari."
"Jadi bagaimana terjadinya? Tentu harus ada orang yang menolong dia."
"Ya, tentu saja orang yang menolong dia, anaknya, dan dia ini juga telah lari. Salah seorang penjaga yang paling luar telah melihat dua orang menunggangi seekor kuda."
"Jadi kedua Fletcher itu tidak sempat mengambil seekor kuda lagi? Apakah anaknya tidak diikat?"
"Diikat apa tidak, itu sama saja, tetapi mereka telah melepaskan talinya, sebab dia memintanya dan berjanji untuk berlaku tenang. Mereka kira tidak perlu curiga padanya, karena ayahnya berada pada suku Pa-Ute."
"Betapa tidak berhati-hatinya mereka ini. Ke arah mana lari mereka?
"Ke selatan. Penjaga yang harus mereka lalui telah memergoki mereka dan ketika mereka tidak menjawab, dia menembak dua kali ke arah mereka. Dia mempunyai bedil berlaras dua, sebab dia salah seorang kawan saya."
"Mari ikut! Saya mau ke tempat dimana dia berdiri. Meskipun gelap, mungkin kita masih dapat menemukan jejaknya."
Kami pergi. Banyak orang lain mengikuti kami tetapi begitu hingga jauh ke depan, kami dengar perintah Winnetou yang melarang orang lebih maju ke muka lagi, karena dengan demikian menyebabkan jejak pelarian akan rusak. Orang mematuhinya, sedang saya berjalan terus, berkatalah dia, "Tentunya saudara saya telah mendengar apa yang terjadi. Kita harus…… "
Dia berhenti dan mendengarkan. Dengan jelas kami mendengar derap kuda yang dengan perlahan-lahan datang mendekat. Kami mendekatinya dengan jari-jari siap pada pelatuk pistol kami. Sikap hati-hati kami ini ternyata tidak ada manfaatnya, karena tidak ada orang di atas kuda itu. Kuda tersebut adalah kuda yang ditunggangi Fletcher muda. Ketika kami membawanya ke api perkemahan yang telah dinyalakan lagi, tampak oleh kami bahwa seluruh bagian belakang kuda berdarah, tetapi kuda itu sendiri tidak terluka. Jadi tentunya salah seorang penunggang kuda terkena peluru si penjaga. Kuda itu kemudian melempar kedua penunggangnya dan kembali kemari.
Sekarang kami dapat memastikan untuk menemukan kedua orang pelarian itu dan menunggu sampai pagi hari tiba. Pada waktu fajar baru saja menyingsing, kami mulai mencari. Kami tidak perlu pergi jauh-jauh. Dari tempat dimana kedua Fletcher tersebut terlihat untuk terakhir kalinya, jejaknya tak sampai seribu langkah. Di tempat itu menggeletaklah mayat anaknya, sudah kaku sama sekali. Pelurunya telah memasuki punggungnya, jadi hanya beberapa menit saja dia dapat bertahan di atas kuda. Sedang binatang tersebut masih lari dengan Fletcher tua lebih jauh lagi. Karena buta, dia telah salah mengendalikan, yaitu ke pinggir bukit batu, yang kira-kira tiga puluh meter dalamnya turun ke sungai.
Di sini si kuda tidak mau meneruskan lagi dan melemparkan penunggangnya. Ketika dari pinggiran kami memandang kebawah, kami lihat dia menggeletak. Dia masih hidup sebab kami lihat dia bergerak dan terdengar rintihan yang sayup-sayup. Saya tidak pernah pening, tetapi sekarang kepala saya pusing mengingat bahwa penghujatannya yang kedua terhadap Tuhan sekarang juga terpenuhi. "Semoga saya menjadi buta dan remuk redam!" katanya, dan sekarang dia menggeletak jauh dibawah sana!
Kami turun dari sebelah lain yang tidak berbahaya. Ketika kami sampai di tempatnya, dia masih menggeletak di tempat yang sama, meratap-ratap dan dengan mata tertutup. Saya berlutut disampingnya serta bertanya, "Mr. Fletcher, engkau dengar saya?"
Perlahan-lahan dia membukakan kelopak matanya dan memandang ke arah saya dengan mata yang berkaca-kaca, tetapi saya tidak memperoleh jawaban. Saya mengulangi pertanyaan saya, tetapi sekali lagi tanpa hasil. Kepalanya tidak memperlihatkan luka yang berat, tetapi kedua belah tangan dan kakinya telah patah.
"Remuk redam, seperti yang dikehendakinya!" bisik Winnetou pada saya.
Tentunya tubuh bagian dalamnya juga cedera, karena ketika kami berusaha mengangkatnya, menjeritlah dia tak henti-hentinya. Karena kesakitan yang sangat itu rupa-rupanya dia dapat sadarkan diri pula, sebab ketika saya menanyakan lagi kepadanya apakah dia mendengar saya, dia berhenti menggeram dan menjawab, "Siapa itu?…… siapa engkau?"
"Old Shatterhand dan Winnetou."
"Dimana anak saya ?"
"Dia telah meninggal."
"Mati ditembak?"
"Ya."
"Ma…..ti di…….tem……bak!" gagapnya, "Itu….salah….saya."
"Ya, semuanya salahmu; salahmu bahwa engkau harus meninggal dengan mengerikan begitu dan juga salahmu bahwa anakmu meninggal dengan menyedihkan!"
Dia mengeluh dalam-dalam dan memejamkan matanya. Begitulah dia berbaring tak bergerak beberapa saat yang lama. "Engkau masih terjaga?" tanya saya padanya, "Engkau dengar saya?"
"Ya, " keluhnya.
"Hanya beberapa menit saja engkau dapat hidup, ingat pada dosa-dosamu dan pada pengadilan yang kekal! Tetapi ingatlah juga pada cinta kasih Tuhan yang tak ada batasnya."
"Cinta….kasih……Tuhan!" terdengar perlahan-lahan.
"Katakanlah sekarang kebenarannya! Engkaulah yang membunuh kedua Pa-Ute itu?"
"Ya," dia mengaku.
"Engkau menyesal atas pembunuhan ini dan atas semua yang lainnya yang dahulu kau lakukan?"
"Menyesal…..menyesal! Doakanlah untuk saya….. 'Bapa Kami'."
"Dengarkan dahulu apa yang saya katakan padamu! Jika engkau menyesal, engkau dapat meninggal dengan tenteram, dengan keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Pengasih adalah hakim yang penuh rahmat. Marilah sekarang kita berdoa."
Dia berusaha melipat tangannya, dan tidak berhasil. Saya menolongnya dan kemudian dengan keras-keras saya berdoa 'Bapa Kami' dan banyak lagi, yang tercetus dari hati saya. Pada mukanya perlahan-lahan terbayang ketenteraman, suatu gerakan kepalanya seakan-akan dia hendak tidur, setelah itu selesailah semuanya, Old Cursing Dry meninggal.
Winnetou mengajak saya untuk berdiri, "Sekarang saudara saya Scharlieh masih mendapatkan harapannya juga." ujarnya. "Jiwa orang ini telah kembali kepada Manitou yang Agung. Tubuhnya boleh beristirahat bersama tubuh anaknya dalam tanah, hingga pada hari kiamat, jiwanya akan kembali pula ke dalamnya. Howgh!"

Komentar

Postingan Populer